Sembilan perempuan asing diciduk Satuan Pidana Tertentu (Satpidter) Ditreskrim Polda Jatim, dari panti pijat Gandaria Jl Embong Malang 77, Surabaya, Rabu (4/6) petang. Mereka yang diimpor langsung dari Tiongkok ini, dipekerjakan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) atau cungkok dengan tarif rata-rata Rp 1,5 juta/jam. Keberadaan PSK kelas atas ini ditengarai sudah berlangsung beberapa bulan. Yang membuat mereka tersandung perkara dan harus berurusan dengan polisi adalah penyalahgunaan dokumen keimigrasian.
Kepala Satuan Pidana Tertentu (Kasat Pidter) Ditreskrim Polda Jatim, AKBP Hendra S didampingi Kasubbid Publikasi Humas AKBP Suhartoyo menjelaskan, dalam visa yang dimiliki perempuan asing itu, adalah untuk kunjungan wisata. “Nyatanya mereka bekerja. Ini penyalahgunaan dokumen keimigrasian,” ujar Hendra, Kamis (5/6).
Wanita muda yang digiring ke Mapolda Jatim itu adalah Mei Zhen, 18, Xu Yue Mei, 19, Wan Qiong, 19, Fang Xuan, 19, Peng Jialin, 18, Liu Cai Liang, 20 dan Lin Xue, 20. Barang bukti yang disita adalah sembilan paspor dan surat tanda melapor yang dikeluarkan imigrasi. Para wanita asing itu dijerat pasal 13/2003 tentang Ketenagakerjaan serta pasal 50 UU 09/92 tentang Keimigrasian. Dalam undang-undang itu secara tegas mengatur orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan pemberian izin keimigrasian yang diberikan.
Atas penggerebekan itu, apakah panti pijat Gandaria juga disegel? Menurut Hendra, dalam perkara ini polisi hanya menangani masalah penyalahgunaan dokumen keimigrasian warga asing. Soal penyalahgunaan izin usaha yang dimiliki Gandaria, bukan menjadi wewenangnya. Penggerebekan ini berawal dari informasi yang diterima polisi dari Kantor Imigrasi Kelas I Surabaya, adanya dugaan penyalahgunaan dokumen keimigrasian. “Saat kita geledah, ternyata mereka hanya menggunakan visa kunjungan, bukan visa kerja,” tandas Hendra.
Kedatangan mereka ke Surabaya, katanya, melalui seorang pengusaha yang selama ini menjadi pemasok cungkok. Saat digelandang ke Mapolda Jatim, para cungkok ini sempat ngamuk ke petugas. Meja dan kursi yang ada di ruang penyidik, ditendang. Begitu juga sejumlah barang yang ada di meja penyidik, dilempari. Sikap tak bersahabat ini terus berlanjut saat proses penyidikan berlangsung. Layaknya di warung kopi, kaki panda impor ini naik ke kursi ruang penyidik. “Waduh, susah. Nggak punya aturan blas. Bolak-balik saya bentak karena kakinya naik ke kursi,” ujar seorang penyidik.
Mereka kembali mengamuk saat fotografer dan kameramen televise mengambil gambar di ruang penyidikan. Beberapa barang yang ada di dekatnya, dilempar ke kaca ruang penyidik. “Sudah, sudah..nanti aja diambil gambarnya di bawah. Sebentar lagi mau dibawa ke imigrasi,” ujar AKBP Suhartoyo, Kasubid Publikasi Humas Polda Jatim.
Rupanya mereka tahu fotografer dan kameramen televisi masih menunggu di bawah. Cungkok ini enggan turun dari lantai dua ruang Satpidter, menuju mobil yang sudah menunggu. Dari rencana evakuasi ke Kantor Imigrasi Kelas I Surabaya di Waru pukul 13.30 WIB, mereka baru mau turun sekitar pukul 15.50 WIB, dengan kepala terbungkus plastik atau tertutup kertas. Saat tahu wartawan masih menunggu, mereka berteriak marah dan mengejar.
Paska penangkapan tersebut, Pemkot Surabaya langsung bersikap. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) dan Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang Linmas) menyatakan, pemkot tidak pernah mengeluarkan izin praktik lokalisasi untuk Gandaria. Namun hanya izin panti pijat. Selain itu, memperkerjakan warga asing juga harus mendapat surat keterangan dari Disnaker. “Disbudpar dan Disparta mengkaji untuk mencabut izin tersebut,” kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Surabaya, Hari Tjahjono.